Hal tersulit yang pernah saya temui ketika menghadapi permasalahan salah satunya yaitu mengubah emosi.
Meluapkan emosi negatif, kemudian menuangkannya dalam kanvas yang positif sebagian besar sulit untuk bisa dikerjakan oleh beberapa orang. Apalagi, sebagian besar akan merasa lebih mudah ketika langsung melontarkannya lewat perkataan kotor, tindakan kasar, maupun lewat tulisan. Bahayanya, emosi ini yang nantinya mempengaruhi agen yang secara langsung terlibat. Bukannya kita tertolong dan “up”, tetapi justru kita yang semakin terpuruk karena salah memilih keadaan.
Mengubah emosi bukan berarti kita tidak jujur kepada perasaan kita. Muak, berkecamuk, stress, “misuh” a.k.a mengumpat dengan kata kotor (meski di dalam hati) pasti terjadi. Namun, menetralisir perasaan yang “keruh” dengan sedemikian rupa agar kenegatifan “ion-ion” yang berada pada tubuh juga mengarah pada kondisi yang lebih netral. Salah satu metode yang sering dijumpai yaitu dengan terapi menulis di atas kertas. Terapi ini diyakini dapat menghilangkan emosi-emosi negatif yang sedang menjalar pada tubuh kita. Gestur-gestur yang kita hasilkan secara natural akan disalurkan kepada media yang menjadi tampungan emosi. Hanya saja, lebih baik untuk tidak membacanya kembali ketika kita terserang hawa yang negatif lagi. Tulisan tersebut akan lebih baik dibuang dengan cara melarutkan kertas tersebut ke dalam air. Saya merasakan hal yang berbeda ketika “membuang kenangan” dengan cara dibakar dan dilarutkan. Elemen yang kita gunakan secara tidak langsung mempengaruhi ingatan kita tentang tulisan tersebut. Dengan api, maka rasa kenangan itu seperti membakar lagi ingatan saya. Tetapi dengan air, ingatan-ingatan yang kita tuliskan tadi lebih terasa untuk kita “let-it-flow” nya.
Kembali ke mengubah emosi.
Sama halnya dengan mengubah energi. Ketika kita melakukan hal yang destruktif untuk melampiaskannya, maka energi yang sama akan kembali kepada kita dalam bentuk yang destruktif juga. Maka, sangat disarankan untuk kita lebih baik melampiaskan dengan cara-cara yang baik dan berhubungan dengan kinerja otak kanan dan berpotensi memacu produksi hormon endorphine – membaca (Qur'an : ini yang menurut saya paling manjur meski membaca dengan hati terasa sulit sekali dalam kondisi sedemikian down), melukis, menyanyi, menggambar, menulis, lari-lari keliling kampung, jumping, menari, etc.
Ya, perlu latihan, kesabaran, dan yang jelas kemauan untuk bisa mempositifkan diri kita. Sebenarnya pun, kita tidak mau rugi kan dengan keadaan yang kita buat sendiri? Maka, penyaluran energi dan emosi positif layak untuk diri kita sendiri.
-penanya-